Senin, 12 Februari 2018

Soal Mahar Nikah • Fatwa NU


Soal Mahar Nikah • Fatwa NU

Mahar Perkawinan Terjangkau, Angka Jomblo Berkurang
.
.
Tidak sedikit orang terhalang menuju perkawinan karena masalah biaya. Karenanya ada sebagian anggota masyarakat yang enggan berkenalan dengan lain jenis. Dan tidak sedikit mereka yang berkenalan cukup jauh dengan lawan jenis kandas di tengah jalan karena terbentur biaya perkawinan.
.
Kita juga menemukan sebagian masyarakat yang kawin di usia senja meski tidak ada salahnya. Bahkan kita menemukan juga sebagian masyarakat yang membujang (jomblo) seumur hidup.
.
Masalah perkawinan tidak sesederhana rukun dan syarat kawin di dalam buku-buku fikih. Selain soal mas kawin, biaya perkawinan juga mencakup embel-embel lain yang justru lebih memberatkan.
.
Karenanya kita seringkali mendapati calon mempelai pria dan keluarganya menderita pusing, bingung, bimbang luar biasa yang sesungguhnya tak perlu menjelang perkawinan. Meskipun dengan atau tanpa pusing itu perkawinan tetap berlangsung jika Allah menghendaki.
.
Lalu bagaimana alternatifnya? Syekh Wahbah Az-Zuhayli menyarankan agar masyarakat meringankan mahar atau mas kawin, salah satu beban kewajiban yang mesti ditanggung di dalam perkawinan.
.
“Kita disunahkan untuk meringankan mahar dan tidak memahalkan mas kawin karena sabda Rasulullah SAW, ‘Perkawinan yang paling tinggi keberkahannya adalah perkawinan yang peling ringan ongkosnya,’ di lain riwayat, ‘Wanita yang paling tinggi keberkahannya adalah ia yang menetapkan ringan maharnya.’ Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadits yang disahihkan oleh Al-Hakim dari Uqbah bin Amir, Rasulullah SAW bersabda, ‘Mahar terbaik adalah mas kawin yang paling ringan.’
.
Sementara hikmah di balik larangan untuk memahalkan mahar sudah jelas, yaitu memudahkan jalan para pemuda untuk kawin sehingga mereka tidak berpaling dari syariat perkawinan yang potensial memicu sejumlah masalah moral dan sosial. Umar bin Al-Khatthab jelas mengatakan, ‘Seorang pria mendapati ketinggian harga mahar istrinya sehingga muncul benih permusuhan di dalam hatinya terhadap sang istri,’” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H, juz 7, halaman 256).
.



Di samping soal mahar, embel-embel lain yang muncul jelang perkawinan adalah mitos soal pekerjaan tetap atau pekerjaan ideal. Ternyata di luar masalah akad nikah, perkawinan juga menyangkut masalah finansial dan status sosial yang kerap menjadi penyebab penundaan atau bahkan kandasnya perkawinan. Hal ini hanya bisa dijawab oleh masyarakat itu sendiri. Wallahu a ‘lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar